Senin, 09 Maret 2015

Ma'na Kullu Bid'ah ditinjau dari Balagoh dan Nahwu,

1. DARI SISI BALAGHAH
ﻛُﻞُّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَ ﻟَﺔٍ ﻭَﻛُﻞُّ ﺿَﻼَ ﻟَﺔٍ ﻓِﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ
“Setiap bid’ah itu sesat dan setiap
kesesatan itu masuk neraka”.
Dengan membandingkan hadist
tersebut serta QS Al Kahfi 79 yang
sama-sama dihukumkan ke kullu
majmu akan kita dapati sebagai
berikut :
Bid’ah itu kata benda, tentu
mempunyai sifat, tidak mungkin ia
tidak mempunyai sifat, mungkin saja
ia bersifat baik atau mungkin bersifat
jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan
tidak disebutkan dalam hadits di atas;
dalam Ilmu Balaghah dikatakan,
ﺣﺪﻑ ﺍﻟﺼﻔﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻮﺻﻮﻑ
“membuang sifat dari benda yang
bersifat”.
Seandainya kita tulis sifat bid’ah
maka terjadi dua kemungkinan:
a. Kemungkinan pertama :
ﻛُﻞُّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺣَﺴَﻨَﺔٍ ﺿَﻼَ ﻟَﺔٌ ﻭَﻛُﻞُّ ﺿَﻼَ ﻟَﺔٍ ﻓِﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ
“Semua bid’ah yang baik sesat, dan
semua yang sesat masuk neraka”.
Hal ini tidak mungkin, bagaimana
sifat baik dan sesat berkumpul dalam
satu benda dan dalam waktu dan
tempat yang sama, hal itu tentu
mustahil.
b. Kemungkinan kedua :
ﻛُﻞُّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺳَﻴِﺌَﺔٍ ﺿَﻼَ ﻟَﺔٍ ﻭَﻛُﻞُّ ﺿَﻼَ ﻟَﺔٍ ﻓِﻰ
ﺍﻟﻨَّﺎِﺭ
“Semua bid’ah yang jelek itu sesat,
dan semuakesesatan itu masuk
neraka”.
Jelek dan sesat sejalan tidak
bertentangan, hal ini terjadi pula
dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah
membuang sifat kapal dalam firman-
Nya:
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻭَﺭَﺍﺀَﻫُﻢْ ﻣَﻠِﻚٌ ﻳَﺄْﺧُﺬُ ﻛُﻠَّﺴَﻔِﻴْﻨَﺔٍ ﻏَﺼْﺒَﺎ
)ﺍﻟﻜﻬﻒ: 79 )
“Di belakang mereka ada raja yang
akan merampas semua kapal dengan
paksa”. (Al-Kahfi: 79).
Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak
menyebutkan kapal baik apakah kapal
jelek; karena yang jelek tidak akan
diambil oleh raja.
Maka lafadh ﻛﻞ ﺳﻔﻴﻨﺔ sama dengan ﻛﻞ ﺑﺪ
ﻋﺔ tidak disebutkan sifatnya, walaupun
pasti punya sifat, ialah kapal yang
baik ﻛﻞ ﺳﻔﻴﻨﺔ ﺣﺴﻨﺔ .

2. DARI SISI NAHWU
"kullu muhdatsin bid'ah, wa kullu
bid'atin dholalah, wa kullu dholalatin
fin naar"
Dalam hadits tersebut rancu sekali
kalau kita maknai SETIAP bid'ah
dengan makna KESELURUHAN, bukan
SEBAGIAN. Untuk membuktikan
adanya dua macam makna ‘kullu’ ini,
dalam kitab mantiq ‘Sullamul
Munauruq’ oleh Imam Al-Akhdhori
yang telah diberi syarah oleh Syeikh
Ahmad al-Malawi dan diberi Hasyiah
oleh Syeikh Muhamad bin Ali as-
Shobban tertulis:
ﺍﻟَﻜُﻞّ ﺣﻜﻤﻨَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤﺠْﻤﻮْﻉ ﻛﻜﻞ ﺫَﺍﻙَ ﻟَﻴْﺲَ ﺫَﺍ ﻭﻗَﻮْﻉ
ﺣﻴْﺜﻤَﺎ ﻟﻜُﻞّ ﻓَﺮْﺩ ﺣُﻜﻤَﺎ ﻓَﺈﻧَّﻪُ ﻛُﻠّﻴّﺔ ﻗَﺪْ ﻋﻠﻤَﺎ
Kullu itu kita hukumkan untuk
majmu’ (sebagian atau sekelompok)
seperti ‘Sebagianitu tidak pernah
terjadi’. Dan jikakita hukumkan untuk
tiap-tiap satuan, maka dia adalah
kulliyyah (jami’atau keseluruhan)
yang sudah dimaklumi.
Mari perhatikan dengan seksama &
cermat kalimat hadits tersebut.Jika
memang maksud Rosululloh
shalallahu 'alayhi wa aalihi wa sallam
adalah SELURUH kenapa beliau
BERPUTAR-PUTAR dalam haditsnya?
Kenapa tidak langsung saja "Kullu
muhdatsin fin naar (setiap yg baru itu
di neraka) ?
Kullu Bid'atin fin naar (setiap bid'ah
itu di neraka)"?
Kenapa Rosululloh Saw menentukan
yang akhir, yakni "kullu dholalatin fin
naar" bahwa yg SESAT itulah yang
masuk NERAKA ?
Selanjutnya,
Kalimat bid'ah ( ﺑﺪﻋﺔ) di sini adalah
bentuk ISIM (kata benda) bukan FI'IL
(kata kerja).
Dalam ilmu nahwu menurut
kategorinya Isim terbagi 2 yakni Isim
Ma'rifat (tertentu) dan Isim Nakirah
(umum).
Nah.. kata BID'AH ini bukanlah
1. Isim dhomir
2. Isim alam
3. Isim isyaroh
4. Isim maushul
5. Ber alif lam
yang merupakan bagian dari isim
ma'rifat. Jadi kalimat bid'ah di sini
adalah isim nakiroh Dan KULLU di
sana berarti tidak bridhofah
(bersandar) kepada salah satu dari
yang 5 diatas.
Seandainya KULLU beridhofah kepada
salah 1 yg 5 diatas, maka ia akan
menjadi ma'rifat. Tapi pada 'KULLU
BID'AH', ia beridhofah kepada
nakiroh. Sehingga dalalah -nya
adalah bersifat ‘am (umum).
Sedangkan setiap hal yang bersifat
umum pastilah menerima
pengecualian.
Ini sesuai dengan pendapat imam
nawawi ra.
ﻗَﻮْﻟُﻪُ ﻭَﻛُﻞُّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔٌ ﻫَﺬَﺍﻋَﺎﻡٌّ ﻣَﺨْﺼٍُﻮْﺹٌ ﻭَﺍﻟْﻤُﺮَﺍﺩُ ﻏَﺎﻟِﺐُ
ﺍﻟْﺒِﺪَﻉِ .

“Sabda Nabi SAW, “semua
bid’ahadalah sesat”, ini adalah kata-
kata umum yang dibatasi
jangkauannya. Maksud “semua bid’ah
itu sesat”, adalah sebagian besar
bid’ah itu sesat, bukan
seluruhnya.” (Syarh Shahih Muslim,
6/154).
Lalu apakah SAH di atas itu dikatakan
MUBTADA (awal kalimat)? Padahal
dalam kitabAlfiah (salah 1 kitab
rujukan ilmu nahwu), tertulis :
ﻻﻳﺠﻮﺯ ﺍﻟﻤﺒﺘﺪﺃ ﺑﺎﻟﻨﻜﺮﺍﺓ
Tidak boleh mubtada itu dengan
nakiroh..
KECUALI ada beberapa syarat, di
antaranya adalah dengan sifat.
Andaipun mau dipaksakan untuk
mensahkan mubtada dengan ma'rifah
agar tidak bersifat UMUM pada 'kullu
bid'atin di atas, maka ada sifat yang
di buang (lihat DARI SISI BALAGHAH).
Dan pilihannya cuma 2 yakni: BID'AH
HASANAH atau BID'AH SAYYI'AH.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
tentu tidak pernah mengatakan bahwa
“seluruh bid’ah adalah sesat”.
Beliau mengatakan “Kullu Bid’ah
dlalalah” sedangkan berdasarkan ilmu
atau secara tata bahasa sudah dapat
dipahami dengan mudah seperti apa
yang disampaikan oleh ulama yang
sanad ilmunya tersambung kepada
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
seperti Al-Imam an-Nawawi dalam
Syarah Shahih Muslim menuliskan:
“Sabda Rasulullah “Kullu Bid’ah
dlalalah” ini adalah ‘Amm Makhshush;
artinya, lafazh umum yang telah
dikhususkan kepada sebagian
maknanya. Jadi yang dimaksud
adalah bahwa sebagian besar bid’ah
itu sesat (bukan mutlak semua bid’ah
itu sesat)” (al-Minhaj Bi Syarah
Shahih Muslim ibn al-Hajjaj, j. 6, hlm.
154)
Hadits “Kullu Bid’ah dlalalah”
berdasarkan ilmu yakni menurut tata
bahasanya ialah ‘Amm Makhshush,
artinya “makna bid’ah lebih luas dari
makna sesat” sehingga “setiap sesat
adalah bid’ah akan tetapi tidak setiap
bid’ah adalah sesat”.

semoga bermanfa'at. .

2 komentar:

imat kurnia mengatakan...

assalamualaikum, kang adi dupi ieu kitab naon nu di aos na

Moh. Adiz Al-Barbasyi mengatakan...

Wa'alaikassalam,, kang.. Eta nanng nyandak tina kitab.. سلم المنورق, المنهاج, الفية,