Senin, 23 November 2015

Ikhtilaf

Berbeda tidak Harus Bermusuhan

Imam as-Suyuthi (w. 911 H) menyebutkan dalam kitabnya, al-Asybah wa an-Nadza'ir:

لَا يُنْكَرُ الْمُخْتَلَفُ فِيهِ وَإِنَّمَا يُنْكَرُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهِ

Tidak diinkari adanya perkara yang diperselihkan, yang diinkari adalah adanya sesuatu yang disepakati.

Justru yang kita temukan adalah sebaliknya. Diantara para imam madzhab itu malah saling menghormati dan saling memuji satu sama lainnya.

Imam Syafi’i memuji Imam Abu Hanifah, beliau mengatakan,  

من أراد الفقه فهو عيال على أبي حنيفة 

”Siapa yang ingin tahu ilmu fiqih, maka ia bergantung kepada Abu Hanifah”.

Sebagaimana Imam Malik (w. 179 H) juga memuji Imam Abu Hanifah (w. 150 H).

Diriwayatkan dari Ahmad bin as-Shabbah bahwa Imam Syafi’i pernah bertanya kepada Imam Malik, apakah engkau pernah melihat Imam Abu Hanifah ? Imam Malik bin Anas radliyallahu anhu menjawab iya

, هذا الذي لو قال عن هذه السارية: إنها ذهب لاحتج لما قال.

“Inilah dia (Imam Abu Hanifah) yang jika beliau berkata tentang tiang ini, bahwa ini adalah emas, maka hal itupun bisa menjadi hujjah.

Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) memuji Imam as-Syafi’i (w. 204 H):

وقال محمد بن هارون الزنجاني: حدثنا عبد الله بن أحمد، قلت لأبي: أي رجل كان الشافعي، فإني سمعتك تكثر من الدعاء له؟ قال: يا بني، كان كالشمس للدنيا، وكالعافية للناس، فهل لهذين من خلف، أو منهما عوض

Muhammad bin Harun az-Zanjani berkata, Abdullah bin Ahmad berkata: Saya berkata kepada bapakku (Ahmad bin Hanbal), siapakah Syafi’i itu, sehingga engkau banyak mendo’akannya. Ahmad bin Hanbal berkata, wahai anakku! Dia itu seperti matahari bagi dunia, kesehatan bagi manusia. Apakah yang bisa menggantikan kedua hal itu?.

Tidak ada komentar: